Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilgub Papua 2025 kembali diwarnai dugaan pelanggaran serius. Tim Hukum pasangan calon Benhur Tomi Mano–Constant Karma (BTM–CK) menyoroti adanya intervensi dari oknum anggota Polri, dengan temuan awal setidaknya 13 dugaan pelanggaran selama proses PSU berlangsung.
Polri Diingatkan Soal Batasan Kewenangan dalam Pemilu
Baharudin Farawowan, Ketua Tim Hukum BTM-CK Provinsi Papua, menegaskan bahwa peran Polri dalam PSU harusnya sebatas mengawal keamanan, bukan mencampuri tugas penyelenggara pemilu. "Polri memiliki tanggung jawab menjaga keamanan proses pemilu, namun tidak boleh mencampuri tugas penyelenggara pemilu," tegasnya dalam keterangan resmi di Jayapura.
Baharudin mengingatkan bahwa aparat kepolisian tidak memiliki wewenang untuk menghitung, merekap, atau mengintervensi keputusan KPU dan Bawaslu. Ia menekankan bahwa netralitas Polri wajib dijaga sesuai dengan aturan yang berlaku, dan pelanggaran terhadapnya bisa berujung pada sanksi disiplin, etik, atau pidana.
Desakan Kuat untuk Komnas HAM dan Kapolri
Dalam pernyataannya, Baharudin juga memaparkan secara rinci tugas Polri dalam pengamanan rekapitulasi suara, mulai dari tingkat kecamatan hingga provinsi. Ia menyoroti pentingnya koordinasi antara KPU, Bawaslu, dan aparat kepolisian agar tidak terjadi overacting atau pelanggaran netralitas.
Tim Hukum BTM-CK juga secara khusus meminta Komnas HAM RI atau Komnas HAM Papua untuk segera turun tangan menginvestigasi dugaan Pelanggaran HAM yang terjadi selama proses PSU. Mereka berharap Komnas HAM bisa mengambil peran aktif dalam memastikan setiap warga negara Papua dapat menggunakan hak pilihnya tanpa tekanan.
Tak hanya itu, Baharudin juga meminta perhatian langsung dari Kapolri. "Kami mengharapkan perhatian Kapolri agar aktif melakukan pemantauan dan tanggapan cepat atas adanya keberpihakan oknum aparat polisi di lapangan yang dapat mencoreng citra kepolisian," pungkasnya.